Seni Tradisi Ojhung Khas Kabupaten Sumenep
November 20, 2016
Sudah menjadi kebiasaan saat teman-teman berkunjung pada suatu daerah
akan dijamu dengan kebiasaan, adat dan budaya yang ada di tempat
tersebut. Hal tersebut juga berlaku saat Tim Gerbang Pulau Madura
berkesempatan untuk mendampingi kunjungan peserta Pemberdayaan
Masyarakat untuk Desa Wisata di Sumenep. Dalam kunjungan wisata kali itu
kami diajak untuk menikmati salah satu seni tarung yang sudah menjadi
turun temurun di sebuah desa yang ada di Kabupaten Sumenep.
Ojhung merupakan nama dari seni bertarung yang menggunakan
tongkat. Sebenarnya kesenian ini bukan hanya ada di tanah Madura saja
melainkan sudah tersebar di beberapa daerah yang ada di Jawa Timur.
Tongkat diduga menjadi salah satu seni senjata tertua yang sudah
digunakan oleh manusia. Kesenian tarung ini sudah hampir punah oleh
sebab itu beberapa pihak Pelaku Wisata di Madura berupaya untuk kembali melestarikan budaya ini.
SEJARAH KESENIAN OJHUNG SUMENEP
Tradisi seni tarung Ojhung ini digagas pertama kali oleh tokoh
masyarakat Desa Bunbere’ almarhum Kiai Darun. Sejarah awal Ojhung ini
memiliki banyak versi salah satunya adalah pagelaran tersebut diadakan
sebagai wujud rasa syukur atas sumber air yang masih tetap lancar
mengalir tidak mengenal musim. Sebelum acara Ojhung dimulai warga
mengaji dan membca tahlil bersama di Asta K. Moh Syakim.
Tradisi Ojhung ini biasa diadakan setiap satu tahun sekali untuk
keselamatan desa. Karena, jika pagelaran Ojhung tidak dilaksanakan
biasanya seringkali terjadi perang, pertengkaran antar warga, dan
musibah-musibah lainnya. Sumber air titisan K. Moh Syakim pun sampai
sekarang masih mengalir deras baik itu di musim kemarau. (Sumber: "Kesenian Tradisional Ojhung terus dijunjung" / Koran Madura / 31 Desember 2012 / No. 0025)
Seni Tarung Ojhung tidak jauh berbeda dengan seni tarung pada umumnya,
dimainkan oleh dua pemuda dengan menggunakan pelindung badan yang
terbuat dari karung Goni. Karung Goni tersebut dibalutkan mulai dari
kepala, kedua tangan sampai badan kecuali tangan sebelah kanan dan kedua
kaki. Konon, tradisi Ojung tempo dulu sering digelar saat selamatan
desa, tolak balak atau sedang mendapat kegembiraan bersama disuatu
wilayah. Sehingga mereka berkumpul dan mengadu kekuatan tubuh.
Tidak semua orang bisa ikut serta menjadi pemain dalam tradisi Ojhung
ini, selain harus berani dan bertubuh kebal, juga kekuatan memukul
dengan rotan serta seni menghindari dari pukulan lawan menjadi tolak
ukur peserta Ojung. Sehingga permainan Ojhung ini sangat tidak
diperbolehkan untuk anak-anak karena cukup berbahaya.
Jika tidak, maka pukulan rotan atau tongkat yang disediakan khusus oleh
panitia bakal melukai kulit pemain. Memang seringkali terjadi bagi
pemain pemula, pukulan rotan berukuran besar yang menyasar di lengan dan
tubuh belakang dan samping melukai kulit dengan darah segar mengalir.
Tetapi, bagi mereka yang sudah biasa bermain Ojung, bekas pukulan rotan
tak terlihat. Ini biasanya dinilai yang paling jago dan mendapat tepuk
tangan meriah oleh penonton.
Pemenang dalam permainan Ojhung
ini dinilai dari seberapa banyak mereka memberikan pukulan kepada
lawannya. Jadi, bila lebih banyak menerima pukulan apalagi tongkat rotan
yang dipegangnya lepas dari tangan dianggap kalah oleh penonton. Salah
satu perangkat budaya, yang kemudian menjadi tradisi, yaitu Ojung atau
Ojhung, suatu bentuk tradisi yang cenderung mengarah pada bentuk ritual,
meski dengan cara kekerasan dan melukai.
Namun sebagaimana tradisi yang dianggap “keras” itu, pada dasarnya untuk
menjalin tali silaturrahim dan mencipta kekerabatan lebih dekat antar
“saudara”. Selama permainan, ada dua orang yang mengatur jalannya Ojung
tersebut. Dia disebut Peputo (Wasit). Perannya, selain
menjaga permainan tetap profesional dan sportif, juga menjaga pihak
penonton atau kerabatnya ikut memukul pemain bila dianggap kalah.
Ada kebiasaan yang unik saat mencari lawan karena tidaklah sulit, di
arena gelanggang 10x10 meter itu setiap penonton dipersilahkan untuk
mencari lawan sebanding, terutama tinggi dan umur. Bila sepakat
bertanding, maka yang bersangkutan dipersilahkan melepas baju. Jadi,
kalau teman-teman sedang berkunjung ke Kabupaten Sumenep jangan lupa
untuk menikmati seni tarung ini.
Karena tidak setiap hari seni tarung Ojhung atau Ojung Sumenep ini bisa
ditonton jadi hanya teman-teman yang sedang beruntung saja yang bisa
menikmatinya secara langsung.
Source (1)